Ditetapkannya Undang Undang Desa No. 6 tahun 2014 tentang Desa telah merubah paradigma pembangunan desa. Dulu, pembangunan dilaksanakan secara top down dengan memposisikan desa sebagai obyek pembangunan. Namun saat ini pembangunan telah dilaksanakan dengan model bottom up yang memposisikan desa sebagai subjek pembangunan. Konsekuensinya, pemerintah dan masyarakat desa memiliki andil yang besar dalam menentukan pembangunan wilayahnya. Untuk merealisasikan perubahan paradigma tersebut, Pemerintah Pusat telah menyuntikkan Dana Desa yang bersumber dari APBN dan disertai dengan Anggaran Dana Desa yang bersumber dari APBD Pemerintah Daerah.
Salah satu upaya pemerintah desa dalam memajukan wilayahnya adalah dengan cara mengelola sektor pariwisata. Sektor ini dirasa mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam pertumbuhan ekonomi desa. Dengan anugrah bentang alam yang indah dan keberagaman budaya, desa memiliki potensi yang besar untuk menjadikan pariwisata sebagai prioritas pembangunan. Beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh desa dalam mengembangkan sektor ini adalah penyebarluasan informasi destinasi wisata desa dan meningkatkan aksesibilitas sarana transportasi menuju lokasi wisata. Hal ini dapat dibuktikan melalui kisah sukses dari desa yang berhasil mengembangkan wisatanya.
Salah satu konsep yang dapat dijadikan acuan oleh desa dalam pengembangan sektor wisata adalah Sustainable Development. Melalui penggabungan dua konsep pembangunan wisata desa dan pembangunan berkelanjutan dapat memunculkan satu konsep baru yakni pembangunan desa wisata berkelanjutan.
Adapun berikut merupakan enam tahap implementasi dari konsep pembangunan desa wisata berkelanjutan:
Tahap pertama, yaitu tahapan analisa potensi. Tahapan ini meliputi pemetaan potensi sumber daya alam dan komoditas unggulan yang dimiliki oleh desa. Setelah itu, juga meliputi pemetaan aktor yang ada di masyarakat dan kondisi sosiologis desa. Proses pemetaan potensi ini merupakan langkah awal yang mempunyai peran dasar dan kunci suksesnya pembentukan desa wisata. Terkadang, tidak semua anggota masyarakat menyadari potensi yang ada di desanya. Misalnya, luas wilayah desa yang tidak mungkin setiap orang memahami seluruhnya. Padahal luasan ini selalu mengalami perkembangan sebagai akibat dari proses pembangunan yang merubah kondisi potensi luasan yang ada. Selanjutnya, juga terdapat kondisi pertambahan populasi penduduk dan perkembangan teknologi. Keduanya, mempengaruhi perubahan potensi yang ada di desa.
Kondisi demografi desa memiliki andil yang penting dan perlu untuk diperhatikan dalam pemetaan potensi. Dapat dicontohkan dengan pertumbuhan anak muda yang ada di desa. Progresivitas ini secara otomatis menyediakan potensi sumberdaya manusia sebagai tenaga kerja. Di tambah kemampuan generasi muda yang dekat dengan teknologi informasi, dapat dimanfaatkan sebagai pendukung pembentukan desa wisata.
Tahap kedua adalah proses konsolidasi aktor yang ada di desa. Pemahaman persepsi antar aktor desa mengenai pembangunan desa wisata sangat penting untuk digapai. Dalam tahap ini para aktor desa, seperti: pemerintah, ketua organisasi tingkat desa (Kelompok Tani, PKK, Karang Taruna, dll.), pengusaha, petani/nelayan, tokoh budaya, tokoh agama, dan lain-lain, harus diajak musyawarah mengenai konsep dan visi misi desa wisata yang akan dikembangkan. Aktor-aktor di desa ini harus dapat memahami benar dampak dari pengembangan desa wisata, baik dampak positif maupun negatifnya. Mereka juga harus sadar, bahwa mewujudkan desa wisata memerlukan proses yang tidak instan dan mudah. Diperlukan proses yang cukup panjang dan kedewasaan dalam penyelesaian masalah yang timbul selama proses menuju desa wisata.
Pemerintah desa harus mempunyai posisi yang kuat dalam pembentukan desa wisata. Dengan kata lain, semua aktor yang ada di desa yang telah bersepakat. Selanjutnya, harus bisa berkolaborasi dengan pemerintah desa. Di saat yang sama, pemerintah desa juga harus benar-benar siap dalam pengembangan desa wisata. Hal ini sangat penting untuk mempercepat terbentuknya desa wisata karena desa mempunyai kewenangan anggaran dan peraturan yang berkaitan dengan desa wisata. Pemerintah Desa juga nantinya yang akan berkoordinasi dengan pemerintah yang lebih tinggi. Baik di tingkat Kecamatan, kabupaten maupun pemerintah pusat.
Tahap Ketiga, adalah pembentukan organisasi pendukung pengembangan desa wisata. Organisasi ini biasa disebut Kelompok Sadar Wisata atau Pokdarwis. Organisasi ini sangat penting untuk memulai pengembangan desa wisata. Pokdarwis yang dibentuk dan direstui oleh pemerintah desa nantinya akan bertugas sebagai penggerak dalam pengembangan desa wisata. Juga bertugas untuk menjalin relasi dengan kelompok sadar wisata di desa atau wilayah lain.
Pokdarwis merupakan organisasi di tingkat desa yang diakui oleh pemerintah dan harus dengan surat ketetapan dari dinas terkait, yakni dinas pariwisata kabupaten. Sehingga diharapkan organisasi ini yang akan menjaga relasi dengan pihak pemerintah kabupaten. Beberapa kegiatan terkadang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten. Mulai dari berbagai macam pelatihan yang terkait dengan wisata, sampai pada bantuan berupa pendanaan event. Tugas Pokdarwis lainnya adalah ikut mensosilisasikan konsep desa wisata kepada masyarakat yang ada di desa. Dan tentunya, tugas utama dari organisasi ini adalah menjadi penggerak dan pelaksana utama, desa wisata.
Tahap Keempat, sosialisasi kepada masyarakat desa dan pengembangan destinasi wisata. Pada tahap ini, tugas para tokoh masyarakat, pemuda dan pemerintah desa adalah mensosialisasikan konsep desa wisata kepada masyarakat desa. Masyarakat diharapkan mengerti benar dan memahami dampak dari pengembangan desa wisata. Tahap ini akan membutuhkan proses yang cukup kompleks dan membutuhkan kesabaran. Tidak akan semua masyarakat memahami maksud dan tujuan pengembangan desa wisata. Penolakan sampai dengan cibiran beberapa anggota masyarakat akan ditemukan dalam proses ini.
Dalam tahap ini juga diperlukan kekompakan dari pemerintah desa dan penggerak wisata. Hal ini dilakukan untuk terus berusaha menjelaskan dan memberikan bukti kepada masyarakat desa. Sehingga masyarakat dapat bersimpati dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan desa wisata. Adapun jika nantinya pada titik tertentu banyak investor (baik dari dalam maupun luar desa) yang tertarik untuk mendanai pengembangan desa wisata, maka Pemerintah Desa dan penggerak wisata harus mempunyai batas-batas tegas. Untuk itu, Pemerintah Desa mempunyai peran yang signifikan dalam menyiapkan aturan-aturan desa, yang mengatur mengenai desa wisata. Mulai dari pembagian hasil dengan investor, maupun aturan-aturan lainnya yang berkaitan dengan wisata. Sementara itu, penggerak wisata harus tetap memiliki komitmen terhadap konsep, visi dan misi yang sudah disepakati bersama. Hal ini agar pada saat implementasi pembangunan wisata desa tidak terjadi kegiatan yang di luar dari keinginganan dan harapan bersama.
Tahap Kelima, adalah tahap dimana proses promosi desa wisata ke masyarakat luas. Tahap ini membutuhkan kemampuan anak-anak muda yang ada di desa untuk menggunakan teknologi informasi sebagai media pemasaran. Kegiatan berupa event atau acara sudah mulai diinisiasi oleh desa untuk mengundang perhatian dan mengenalkan kepada masyarakat luas. Di tahap ini, pengelola desa wisata akan mulai merasakan langsung dampak dari desa wisata. Tamu dari luar desa akan mulai datang, akan mulai berinteraksi langsung dengan masyarakat luas. Aliran uang akan mulai masuk ke desa. Masyarakat akan mulai merasakan dampak langsung datangnya tamu dari luar desa. Selanjutnya, pemerintah desa dan pengelola desa wisata sudah harus mulai berusaha mendistribusikan pemerataan dampak dari kedatangan tamu dari luar. Hal ini dikarenakan datangnya tamu dari luar juga memberikan resiko terhadap perubahan sosial yang terjadi di desa.
Tahap Keenam, adalah penguatan koordinasi antara pengelola wisata dan pemerintah desa. Proses inovasi harus terus tumbuh dalam pengembangan destinasi wisata dengan tidak meninggalkan destinasi yang sudah ada. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia selaku pelaku wisata di desa juga harus ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukan dengan selalu berkoordinasi dengan dinas terkait dan mengikuti traning secara mandiri. Ketika desa wisata sudah mulai menghasilkan dan mendatangkan tamu, desa akan memasuki fase kritis baru. Perubahan dari sumber daya yang tidak menghasilkan, kemudian menghasilkan akan menimbulkan masalah baru. Mulai dari keinginan untuk mengelola obyek wisata secara sendiri-sendiri, pembagian hasil, sampai pada konflik wilayah akan muncul. Pada tahap inilah diperlukan kesadaran semua pihak yang terlibat dalam pengembangan desa wisata bahwa pembangunan sektor wisata desa bertujuan untuk kesejahteraan bersama masyarakat desa.
Beberapa tahap diatas diharapkan dapat menjadi masukan untuk menciptakan desa wisata yang berkelanjutan. Salah satu benang merah yang dapat ditarik dari tulisan ini adalah pentingnya memahami dampak dari pembangunan wisata desa. Pembangunan selalu mempunyai dua dampak sekaligus, yakni dampak positif dan negatif. Oleh sebab itu, kesadaran akan adanya dampak dari setiap proses pembangunan, merupakan modal awal untuk mengantisipasi semua dampak yang ditimbulkan. Sehingga pembangunan desa berkelanjutan dapat terimplementasikan dengan baik.
Dipublikasikan di http://padi.averroes.or.id/strategi-menuju-desa-wisata-berkelanjutan/ pada 16 Oktober 2018
Posting Komentar