Advokasi merupakan tindakan atau proses untuk membela atau memberikan dukungan pada kelompok masyarakat yang lemah. Kerja advokasi bisa dilakukan secara individual, kelompok, maupun kelembagaan yang peduli pada penolakan bentuk-bentuk ketidakadilan.
Ketidakadilan yang menimpa kelompok masyarakat lemah itu disebabkan oleh tatanan sosial yang tidak setara (asimetris). Tatanan sosial yang tidak setara melahirkan hubungan kekuasaan yang timpang.
Hubungan kekuasaan yang timpang memproduksi pengambilan keputusan yang tidak melibatkan rakyat sehingga menghasilkan pelbagai kebijakan yang merugikan hak dan kepentingan rakyat.Advokasi merupakan kegiatan yang disengaja dan direncanakan.
Bersama kelompok-kelompok masyarakat, pegiat advokasi berusaha mengubah tata hubungan sosial yang timpang menjadi tatanan sosial yang setara agar hubungan kekuasaan yang demokratis dapat terwujud. Lalu, masyarakat lemah dapat turut serta dalam proses pengambilan keputusan yang terklait dengan alokasi sumber daya.
Agar masyarakat dapat terlibat dalam kegiatan advokasi, mereka perlu memperkuat daya tawar (bargaining power). Metode yang bisa dilakukan adalah pendidikan dan penyadaran hak-hak mereka, peluang mereka, kekuatan dan kelemahan mereka. Pendidikan dan penyadaran dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengartikulasikan hak dan kepentingan mereka. Setelah itu masyarakat akan memperoleh pengetahuan dan kecakapan untuk mengakses lembaga-lembaga yang terkait dengan permasalahan yang dihadapi.
Apa yang dilakukan saat advokasi? Selama advokasi, pegiat advokasi harus melakukan
(1) pengorganisasian kelompok-kelompok yang terpinggirkan;
(2) memberikan bantuan hukum yang mengedepankan kegiatan litigasi atau gugatan atau pembelaan hak-hak dan kepentingan kaum marjinal di depan pengadilan;
(3) kegiatan lobby ke pusat-pusat pengambilan keputusan berkenaan dengan hal-hal yang dibela;
(4) demonstrasi bisa dilakukan untuk meminta perhatian dan tekanan kepada para pengambil keputusan.
Kegiatan advokasi merupakan kegaitan yang sah dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Jadi, advokasi dapat dikatakan sebagai upaya masyarakat untuk menjaga konsistensi pemerintah untuk melindungi dan menyejahterakan rakyat.
Pada akhirnya, advokasi perlu ruang politik yang terbuka di mana hak dan kebebasan dasar politik, seperti hak atas kebebasan berekspresi, hak atas kebebasan berkumpul dan hak atas kebebasan berorganisasi dijamin dan dihormati.
Secara awam banyak difahami oleh masyarakat pengertian ”advokasi” pasti berkaitan dengan tugasnya soseorang yang berprofesi sebagai advokat atau Penasihat Hukum di Pengadilan atau dalam konteks ini advokat diartikan adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum dalam rangka melakukan pembelaan, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang advokat (vide UU No.18 tahun 2003 tentang Advokat). Sehingga tidak heran banyak para advokat juga mengartikan ”advokasi” adalah sebagai bagian tugas dalam upaya pembelaan hukum terhadap hak-hak hukum kliennya.
Begitu juga pengertian advokasi yang ada dibeberapa Lembaga Bantuan Hukum (LBH), semula program advokasi di LBH-LBH yang ada dititik-beratkan pada program pembelaan hukum yang dilakukan di pengadilan saja sebagai salah satu ciri khasnya, sehingga ”advokasi” dimaknai sebagai kegiatan pembelaan di ruang-ruang pengadilan dalam rangka mencari keadilan serta menegakkan hak-hak hukum mereka yang dibela oleh pihak Lembaga Bantuan Hukum atau lembaga yang sejenis. Adapun bidang yang menangani advokasi di LBH bersangkutan biasanya disebut dengan bidang Litigasi . Di Lembaga Bantuan Hukum atau LBH dulunya bidang advokasi merupakan bidang Litigasi yang lebih khusus diartikan sebagai upaya bantuan hukum yang diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat kurang mampu secara ekonomi, dan biasanya perkara yang ditangani adalah perkara struktural.
Di dalam perkembangannya advokasi tidak lagi difahami sebagai suatu upaya pembelaan hukum diruang pengadilan dalam rangka mencari keadilan, ruang pengadilan tidak lagi satu-satunya tempat untuk mewujudkan keadilan apalagi telah menjadi rahasia umum pengadilan yang koruptif justru menjadi tempat dan sumber ketidakadilan itu sendiri (political stage).
Di samping itu berangkat dari fakta-fakta sosial tentang banyak terjadi ketimpangan sosial, ketidak-adilan sosial, keterbelakangan sosial di tengah masyarakat Indonesia, dimana diketahui akar masalah terjadinya ketidakadilan, keterbelakangan dan ketimpangan sosial itu selalu bersumber dari beberapa indikator yang antara lain ; terhambatnya mekanisme keputusan politik atau kebijakan public service yang kurang memihak kepada rakyat banyak, kurang dihormatinya hak-hak asasi manusia, hak sipil-politik, hak ekonomi, hak sosial dan budaya, partisipasi politik rakyat banyak tidak terakomodir dengan baik dalam pengambilan keputusan politik dan kebijakan-kebijakan pemerintah, sehingga kesemua itu pada gilirannya membuat kehidupan berbangsa dan bernegara tidak demokratis.
Atas dasar ini ”advokasi” memiliki dimensi pengertian yang sangat luas, bahkan pengertiannya sangat tergantung pada situasi secara kontekstual. Dalam konteks ini ”advokasi” dapat diartikan: sebagai segala upaya legal yang sistematis dan terorganisir baik itu dalam mempengaruhi dan mensosialisasikan nilai-nilai yang bermanfaat bagi rakyat banyak sehingga terjadi perubahan prilaku dan kemampuan masyarakat luas untuk melakukan dan memperjuangkan seluruh hak-haknya secara mandiri, maupun segala upaya yang ditujukan kepada pemerintah dan/atau kepada semua -pihak yang menguasai hajat hidup orang banyak agar mengubah kebijakan, system dan program yang ada demi terciptanya keadilan sosial yang demokratis.
Berangkat dari pengertian ”advokasi” ini, advokasi bukan lagi sekedar pembelaan hukum yang dilakukan di ruang pengadilan untuk mewujudkan keadilan, advokasi merupakan suatu pembelaan terhadap hak-hak asasi manusia, hak sipil-politik, hak ekonomi, sosial dan budaya yang secara konprehensif diperjuangkan melalui akar masalahnya.
Karena advokasi disini dilakukan secara sistematis dan terorganisir, maka advokasi merupakan kerja dari koalisi dari sumber daya manusia yang kapabel, mempunyai rumusan tujuan dan sasaran yang jelas, harus mempunyai data dan informasi baik kuantitatif maupun kualitatif dari semua aspek sasaran terkait, mempunyai paket-paket pesan yang jelas untuk disampaikan kepada sasaran dan seluruh pihak terkait, melakukan evaluasi agar ditemukan cara yang lebih tepat dalam mencapai target advokasi. dan yang tidak kalah pentingnya upaya advokasi harus memiliki dana yang cukup untuk mengoperasionalkan program-programnya, oleh karenanya advokasi harus mempunyai konsep yang menyangkut legitimasi, dan ini merujuk terhadap apa dan siapa yang diwakili supaya didengar oleh masyarakat dan pemerintah ; mempunyai kredibilitas dan ini merujuk pada hubungan baik antara organisasi dengan konstituennya agar advokasi dapat dipercaya ; mempunyai kekuasaan sebagai modal untuk bargaining dan ini biasanya merujuk pada jumlah orang yang dapat dimotivasi ; dan memiliki akuntabilitas, yaitu bentuk pertanggungjawaban kepada publik khususnya yang diwakilinya karena pertanggungjawaban itu memang merupakan hak mereka ; Advokasi sangat diperlukan dalam masyarakat kita agar nilai-nilai pembangunan dapat diserap dengan baik sehingga terbangun manusia Indonesia seutuhnya yang bermartabat yang mengerti hak dan kewajibannya sebagai warganegara dalam iklim yang sehat dan demokratis.*** Sumber : Materi Pembekalan Pendamping Lokal Desa
Posting Komentar